Jun 6, 2011

Beastly yang Tidak Ugly

Akhirnya, setelah berbulan-bulan puasa bioskop, gara-gara Cineplex 21 yang tidak jelas itu, masuk juga film lumayan worth it ditonton di bioskop. Sebenarnya beberapa minggu ini ada beberapa film yang juga layak ditonton, seperti Source Code dan Limitless, sayangnya saya sudah terlebih dahulu menontonnya via donlot hehehe…. Jadilah ketika film itu (ternyata) ditayangkan di bioskop Indonesia, saya tidak berminat untuk menonton (ulang). 

Nonton, baik di bioskop maupun di TV (alias pakai DVD) adalah salah satu hiburan saya dengan suami. Kami senang menenggelamkan diri dalam dunia fantasi, sejenak melupakan kisruh dunia nyata (lebay benerrrrr). Kalau suami senang segala macam genre film, saya, dengan IQ yang nampaknya semakin menurun dari hari ke hari, lebih suka film “tanpa mikir” yang alhasil berkisar film-film komedi romantis, kartun, dan fantasi. Yah terkadang saya masih menonton juga beberapa action yang tidak terlalu heboh atau berdarah-darah dan juga beberapa drama yang tidak terlalu berat.  Hanya satu genre yang sampai sekarang saya ogah menontonnya: horror. Prinsip saya sih, saya nonton untuk menghibur diri, bukan menakut-nakuti diri hehehe….

Sayangnya sejak kasus Cineplex 21 itu, hanya sedikit, atau bahkan nyaris tidak ada film layak tonton yang menghiasi layar lebar dan menjadi hiburan kami. Padahal banyak sekali film-film yang ditunggu-tunggu seperti Thor, Kungfu Panda 2, X-Men, Harry Potter, dll. Alhasil kami kehabisan hiburan dan akhirnya harus berpuas diri menunggu DVD bajakan.

Syukurlah setelah iseng-iseng mengecek 21 cineplex, ternyata salah satu film midnight hari Sabtu, 04 Juni 2011 adalah Beastly. Sudah tahu apa Beastly itu? Yaks…Beastly adalah film adaptasi modern dongeng Beauty dan the Beast. Berhubung ceritanya dari dongeng, tentu saja alurnya sudah cukup tahu, hanya berbeda nama dan twistnya saja. Settingnya pun disesuaikan dengan genre remaja, alias masih SMA.


Beastly menceritakan tentang seorang pemuda tampan dan kaya nan sombong bernama Kyle (Alex Pettyfer).  Didikan salah arah ayahnya, yang seorang pembawa berita terkenal, membuat Kyle percaya bahwa ketampanan (atau kecantikan) adalah segalanya dan dengan ketampanan itu maka segala sesuatunya akan dimudahkan.

Setelah dia dengan sengaja mempermainkan salah seorang murid di sekolahnya, Kendra (Mary-Kate Olsen) yang ternyata seorang penyihir, dia dikutuk untuk menjadi buruk rupa. Wajahnya yang semula tanpa cacat: rambut pirang, mata menggoda, lekukan dagu menggemaskan, dan sebagainya; kini berubah sesuai kutukan Kendra "as unattractive on the outside as he is on the inside”, menjadi buruk rupa:  botak dengan berbagai macam tato, bekas luka, dan juga beberapa tonjolan daging tidak jelas.

Kyle memiliki satu tahun untuk menemukan seorang gadis yang jatuh cinta padanya dan berkata “I love you” atau penampakannya akan tetap seperti itu. Ayah Kyle yang tidak bisa menerima anaknya menjadi buruk rupa, mengungsikan Kyle ke sebuah rumah yang berbeda dengan apartemen yang semula mereka tempati bersama. Dengan bantuan seorang pelayan dan guru yang buta (ini versi modern dari Mrs. Pott dan -sepertinya- Cogsworth dari versi Disney) Kyle mendekati seorang gadis, Bella…eh salah maksudnya Lindy (Vanessa Hudgens). Pada awal cerita (sebelum Kyle dikutuk) sudah digambarkan benih-benih rasa suka Kyle kepada Lindy ini yang sepertinya mampu melihat ke diri Kyle apa adanya, tidak silau oleh segala ketampanan dan keglamorannya. 

Ketika ayah Lindy tidak secara sengaja menjerumuskan dirinya dan Lindy ke dalam bahaya, Kyle menawarkan diri untuk melindungi Lindy. Dia mengundang Lindy untuk tinggal di rumahnya. Pada awalnya Lindy menolak untuk berinteraksi dengan Kyle (yang memperkenalkan dirinya sebagai Hunter); namun perlahan-lahan kegigihan Hunter pun meluluhkan Lindy. Nah apakah Kyle berhasil mendapatkan “I Love You” nya dari Lindy? Sudah pasti. Tapi bagaimana? Nah yang itu silakan nonton sendiri.

Sebenarnya alur cerita dan juga para tokoh-tokohnya biasa saja. Alurnya cenderung datar, bahkan saat klimaksnya pun tidak terasa saking datarnya. Walaupun film ini berusaha menunjukkan sedikit latar belakang mengapa Kyle bersikap angkuh seperti itu, tetapi rasanya masih kurang menyentuh. Bahkan jadi terkesan dipaksakan.

Keterikatan emosi antara hero dan heroinenya, yang seharusnya menjadi bumbu utama film romantis, menurut saya, kurang terasa. Hanya ada kesan-kesan dan sedikit adegan di sana sini untuk menyampaikan kepada penonton arti hubungan mereka. Bahkan saat pertama kali Lindy melihat wajah Kyle/Hunter yang (seharusnya) mengerikan, tanggapannya biasa saja.

Kyle        : Pretty gruesome, huh?
Lyndy    : I've seen worse.

Weekss…dialog macam apa itu? Hanya begitu saja, tanpa apapun. Langsung penerimaan murni 100%. Yah mungkin itu salah satu cara untuk menunjukkan bahwa Lindy tidak mementingkan penampilan, melainkan lebih ke hati. Sesuai salah satu perkataannya di awal film “What can I say, I'm substance over style.”

Transformasi beauty menjadi beast pun tidak seheboh yang saya bayangkan. Si Kyle tetap keren kok. Pertama: Walau wajahnya penuh tato dan luka, peletakan tato dan lukanya masih oke. Bahkan termasuk semacam tempelan perak di dahinya itu. Tatonya juga bukan sembarang tato tapi tato artistik yang indah. Kedua: Hanya wajah dan tambahan tato saja yang mengubah Kyle, sedangkan bodynya masih oke punya, tinggi, ramping, atletik pula (dan lumayan sering dipertontonkan).

Satu hal yang membuat menarik hanyalah kehadiran Will (Neil Patrick Harris) yang menjadi guru buta Kyle. Karakter Will ini segar, penuh humor dan sarkasme yang mengundang tawa. Kemunculan Will ini lumayan saya tunggu-tunggu karena selalu ada saja ulahnya yang membuat tertawa.

Secara umum, film ini masih layak tonton (dibandingkan segala film horror Indonesia tidak jelas itu), masih cukup menghibur walau tidak terlalu banyak isinya. Yah minimal bisa mengobati kerinduan terhadap kegelapan bioskop dan kursi merahnya hehehe…

0 comments:

Post a Comment