Nov 8, 2015

Hujan Yang Hilang

Dear Lelaki Hujan,

Mimpi kita sudah tak pernah lagi bertabur hujan, apalagi pelangi. Kita hanya menikmati tampias rasa yang jatuh di sisi bumi yang berbeda. Kita belumlah sempat menari di bawah hujan yang sama, sebelum angin membawa kita menjauh satu sama lain.

Rindu akan hujan itu ada, tapi tersembunyi di balik lipatan awan yang tak lagi dekat. Hanya sesekali rindu itu muncul, seperti layaknya petir yang sesekali menggoda  bumi. Tapi tak pernah rindu itu bergejolak membawa badai. 

Gerimis seringkali bisikkan namamu. Seperti juga gemeretak air menimpa tanah desahkan rasamu. Mungkinkah mata badai bawakan asaku padamu? Ataukah kini badai hanyalah sekedar badai untukmu. Sudah terlalu jauh jarak di antara kita untukku mengenali pikirmu. 

Kita adalah dua mahluk hujan yang tak pernah bersama. Hujan milik kita tak pernah membawa kuyup rasa untuk kita. Tapi entah mengapa ikatan ini tak pernah terputus. Ada gravitasi yang selalu membawaku kepadamu, pun dirimu yang berputar kembali kepadaku.

Hujan itu ada, tapi tak pernah basahi kita lagi.

Salam,

Perempuan Badai

Oct 26, 2015

Menjadi Ingat


Peri waktu tengah menggodaku lagi. 
Dirajutnya benang waktu yang dulu tak sempat terajut, pun tak sempurna terurai. Lilitan kenang membawa rasa yang tak asing, tapi sudah lama terlupa. Memunculkan fragmen ingatan usang di tengah kini. Ingat yang kini sulit kembali terlupa. 

Rindu pun ikut muncul. Sedikit tertatih karena lama terpendam. Rindu ini dulu ada, tapi tak pernah tumbuh besar. Hanya tunas kecil yang terhenti di pojok hati. Dia tetap ada di situ, tak tersentuh tapi juga tak terbuang. 

Rindu ini datang membawakan gelisah yang baru. Gelisah yang diam dan tersembunyi. Gelisah yang sibuk mencari makna di tengah sebaran kata dan cerita yang tak tertuju. Gelisah yang hanya membisu menanti ingat.

Peri waktu mungkin menggodaku. Tapi masa ini sudahlah terlewat. Begitu banyak jalan tak mengarah pada kita, tapi tak pernah juga utuh berpisah. Hanya sesekali jalan itu bersinggungan. Goreskan sisa renjana yang tak lagi semburat, hanya kembali menyisakan kenang. 

Sekarang, marilah kita tuntaskan waktu kita. Hingga peri waktu berkenan mengunjungiku lagi. Dan ingat pun kembali menjadi kenang.