Jul 27, 2005

Ke-AKU-an-KU

Kalau kata kataku adalah perangkap
Membuat orang tenggelam dalam euforia dan harap
Haruskah kubiarkan aksara aksara mengambang dalam benakku saja?
Tak tertumpahkan dan hanya menjadi penghias jiwa
Agar tak ada lagi yang terperosok karenanya

Kalau kegelapan yang kukatakan kumiliki menyesatkan orang
Menarik orang untuk menjadi ksatria cahaya
Padahal justru dengan begitu kegelapanku akan semakin pekat
Meninggalkan mereka yang berharap untuk menerangiku
Haruskah kutanggalkan kegelapan itu
Melupakan salah satu bagian dari diriku
Biarkan membusuk dan mengendap
Dan berpura pura bahwa aku adalah anak cahaya
Bersinar dengan gemilangnya

Kalau keberadaanku membuat orang terkecoh
Memimpikan yang sesunguhnya hanya impian mereka belaka
Apakah harus kupecahkan diriku hingga berkeping
Dan menunggu tumbuhnya aku yang
baru
Hingga suatu saat nanti bisa kupunguti pecahannya dengan tenang
Karena pada saat itu
Aku tak lagi ada
Dan tak lagi bisa menipu mereka
Karena sudah ada Aku yang lain
Yang lebih menyenangkan untuk hidup

Betapa lelahnya mencoba menjadi diri sendiri
Anonimitas tak lagi berlaku
Eksistensi yang harus dibayar mahal
Ketika topeng topeng yang terpakai pun
Tetap menjadi racun
Saat tak lagi bertopeng pun
Ternyata masihlah salah

Kini kubuka jalan untuk menancapkan duri
Torehkanlah luka
Seperti kuberikan pedih pada mereka yang mendamba
Silakan!
Mungkin itu hukuman yang pantas bagi saya
Yang dianggap telah menipu dan mempermainkan

Saya sedang menjelma menjadi Masokist
.
.
.

Bukan...bukan saya melihat hanya dalam batasan hitam dan putih
Hanya saja mungkin saya letih terhujat oleh kata kata saya sendiri
Diam mungkin menawarkan kebebasan yang lebih baik
Apakah ini konsekuensi dari ke-AKU-an-KU di dunia sini?

Now

Suddenly
This not-so-unfamiliar rush flowing around me
It is my time
To shatter my masquerade
And become a mean she devil?

Jul 26, 2005

Lihat! Dengar! Rasakan!

Seperti halnya malaikat biru, saya juga mengalami rasa bersalah setiap kali peristiwa itu berulang. Apakah mereka tak tahu bahwa merobek hati seseorang juga lama kelamaan dapat membunuhmu? Saya bosan. Sepertinya apapun yang saya lakukan akan menyebabkan seseorang sakit hati pada akhirnya. Padahal kadang saya merasa, saya tidak melakukan apapun. Hanya saja banyak sekali salah persepsi dan kegeeran yang tidak pada tempatnya. Seperti kata pepatah (entah dari mana) "Lelaki itu, tidak diapa-apakan pun sudah geer." Saya hanya mencoba bersikap baik pada siapapun, mencoba untuk tidak melukai siapapun. Tapi itu ternyata salah. Ataukah itu sebenarnya memang salah saya? Terkesan memberikan harapan padahal tidak. Apa lebih baik saya terus keluarkan tanduk dan duri duri saya? Agar mereka langsung tahu dengan siapa mereka berhadapan? Dan mereka bisa mempersiapkan tameng mereka agar tak terluka atau bahkan melarikan diri dari saya? Sungguh sulit menjadi perempuan.

Dari pengalaman terdahulu, saya tahu bahwa there won't be any happy ending if you deal with me. Pesimis but it is true. Tapi bukan berarti saya tidak ingin memiliki happy ending ya, siapa sih yang tidak ingin bahagia? Hanya saja mungkin masih belum waktunya. Oleh karena itulah saya selalu memperingatkan lelaki yang hendak mendekati saya untuk berhati hati agar tak terhisap oleh kegelapan dalam diri saya.*

Jadi mengapa masih ada saja orang yang bersedia untuk saya bunuh eksistensinya? Dan ada orang orang yang dengan seenaknya membuat asumsi atau bahkan mendaftar kesalahan mereka ketika saya bunuh mereka. Apalagi yang menganggap bahwa hidup tak lagi layak sesudah itu. Cengeng sekali!

Apabila Anda pernah merasakan bagaimana kelaparan itu dan tak tahu bagaimana bisa makan keesokan harinya, apabila Anda pernah merasakan harus berjuang menghidupi diri sendiri tanpa tumpuan dan pegangan apapun, apabila Anda pernah merasakan tak bisa memberikan yang sepantasnya diberikan untuk menghidupi orang tua dan saudara saudara Anda, ketika Anda pernah merasakan Anda harus menahan impian dan keinginan Anda hanya untuk membiarkan seseorang tetap hidup cukup layak, maka Anda BOLEH mempertimbangkan bahwa mati adalah pilihan terbaik ketika lelah terbebani melanda. Sedangkan mati hanya karena alasan putus cinta? Tak layak!

Belum lagi pemberitahuan bahwa mereka bersedia mati untuk membuktikan diri mereka. Apa tujuannya? Hendak menambah rasa bersalah saya? Oh please...saya tak akan menghargai kematian itu karena jika begitu berarti mereka telah menyia-nyiakan hidup. Saya masih mencoba menghargai hidup saya, sebagaimanapun berat dan compang campingnya. Kesalahan mereka hanya satu : menawarkan jiwanya pada saya untuk saya matikan. Selayaknya mereka menjual jiwanya pada setan.

Tapi saya hanyalah perempuan biasa yang ingin bahagia, walau saat ini saya masih merasa berada di dalam kegelapan. Tapi saya tetap bahagia. Saya tidak sempurna bahkan banyak memiliki kelemahan. Termasuk dalam menyikapi love and life. Termasuk pula dalam menyikapi Anda Anda sekalian. Saya juga bukan orang baik, melainkan dipenuhi oleh kejahatan yang tak pernah Anda sadari. Tapi saya masih mencoba berbuat baik.

Dalam kegelapan bukan berarti bahwa saya menafikan cinta. Saya juga tidak suka sendirian. I hate being alone. I am a lover, so how can it be I am not capable to be in love and loved by someone? Saya juga membutuhkan cinta, tentu saja. Cinta yang setara dan seimbang. Tapi itu tidak bisa dipaksakan apalagi hanya karena rasa kasihan. Jika saya menjadi milik seseorang karena kasihan, mungkin saya tak akan ada di sini sekarang, melainkan sudah menikah dan menjadi ibu sejak dahulu kala, ketika ada seseorang yang memintanya. Lagipula, bukankah cinta terasa hambar jika tak ada equal love and passion? Dan tolonglah, jangan selalu mempermasalahkan atribut sosial sebagai kambing hitam dalam urusan percintaan. Itu sangat dangkal, tahu tidak? Cinta adalah masalah hati, bukan masalah status ataupun penampilan.

Satu hal lagi, saya adalah pemegang privasi tinggi dan saya tak suka jika urusan saya dicampuri. Saya hendak berhubungan dengan siapapun itu adalah hak saya. Dan bukan hak siapapun untuk terus ingin tahu dan menuduh nuduh orang sembarangan. Saya tidak WAJIB melaporkan lelaki lelaki yang ada dalam hidup saya. Toh sudah saya berikan garis besarnya bukan? Saya berhak memilih dan Anda pun masih memiliki kesempatan untuk mencoba mencari bahagia kembali. JANGAN coba coba untuk mengganggu privasi saya. Saya bisa lebih kejam daripada ini, tapi saya masih terus menekan sisi iblis dalam diri saya.

Jadi, bangunlah wahai kalian yang merasa terpuruk olehku.
Hidup masih panjang untuk dihabiskan dalam kesia-siaan belaka.
Kalian adalah teman teman yang baik, lelaki yang layak untuk dicintai dan perempuan yang kalian cintai itu adalah perempuan yang sangat beruntung.
Tapi bukan saya.
Jangan pernah bilang tidak bisa.
Belajarlah menghargai diri sendiri.
Jadilah kuat.


___________
* Silakan Anda menganggap saya narsis, over pede, atau apapun dengan menyatakan banyak lelaki yang mendekati saya. Kategori banyak itu relatif bukan? Banyak bagi saya belum tentu banyak bagi Anda.

** Jika tulisan ini terkesan sombong, atau Anda memiliki pandangan lain, Anda bebas untuk berkomentar.

Jul 19, 2005

Dualisme

Ada perasaan campur aduk dalam hatiku. Entah apakah ini pengaruh malam yang membiusku ataukah lalu yang menghantamku. Padahal malam terlalui dengan cita. Lama sudah tak lagi kurasakan cubitan pedih. Tertidur dalam rengkuhan damai. Ah...betapa jarangnya kunikmati. Setelah mimpi mimpi buruk itu. Hei...tapi sudah lama berlalu bukan? Bahkan abunya pun sudahlah tertiup musnah. Ada bejana yang menampungku kini. Bejana yang mungkin akan kupecahkan pada waktunya nanti. Ketika geliatnya sudah tak terperi. Mungkin juga tidak. Walau pecahannya akan kucurkan darah dari keseluruhan adaku lagi. Tunggu hingga kepenatan benar benar menyublim. Tak terhenti dan juga ternyata masihlah terus berlari.

Ada kisah ingatkanku pada neraka yang dulu dengan suka rela kujalani. Bekas lukanya masihlah ada. Tersembunyi di balik kebahagiaanku. Hatiku tertawa dan bersuka. Namun setiap selku masih menangis tersedu di puncak malam. Aneh, bagaimana bisa ia tertawa dan menangis bersamaan? Apa penyebabnya pun aku tak lagi tahu. Terlalu banyak symptom yang membombardirnya. Faktor dan variabel yang sebenarnya tak lagi asing namun juga tak kukenali lagi. Sudah sudah...bukan ini yang hendak kubicarakan.

Setiap orang pastilah pernah merasakan sakit. Hanya saja, apakah sakit itu akan diumbar kepada dunia ataukah ditutup rapat rapat dalam peti mati. Untuk dikubur kemudian dilupakan. Walau masih ada lubang menganga di dalam hati itu. Menunggu pecahan yang mungkin tumbuh di seberang sana. Atau mungkin sekali tak akan pernah tertutup. Menjadi momentum yang teringat.

Sungguh sedih melihat ketika awal yang dimulai dari senyum merekah, terakhiri dengan matinya kedamaian. Tak ada akhir yang manis, tapi mestikah terubah menjadi begitu pahit? Hingga rasa menjadi mati? Hingga lontaran lontaran benci mendidih pedih. Aku berpusing di sini. Mencoba meraba manakah ego yang kau tampilkan. Adakah alter egomu yang memberontak ataukah itu justru egomu sesungguhnya? Tak ada yang memberitahuku. Harus kucari jawabnya sendiri. Walau mungkin ini akan berakhir dengan sama pahitnya. Karena aku tak percaya akan manis yang menanti. Tak ada manis dalam keberakhiran. Kecuali ketika jaringan itu terlerai dalam sadar. Ketakutan ini membelengguku. Rasa cemas tatanan hidupku yang sudah susah payah kutata ulang akan berubah. Menjadi chaos dan menyeretmu ke dalamnya. Berperang kita di atas tanah yang kita cintai. Seperti dulu ketika nerakaku dan nerakamu belumlah bersatu. Masih menggelepar dalam sakitnya masing-masing. Hanya saja, sebelum benih pertama luka mulai mengendap, aku akan berlari. Menuju kepompong putih yang akan menghitam oleh racun peperangan. Semoga kepompong itu tak perlu kurajut dalam waktu dekat.

Kengerian ini kutakutkan tumbuh perlahan. Berdampingan dengan rasa yang hangat. Waw...hidup memang penuh dengan kontradiksi. Lagi lagi aku bertanya. Bagaimana mungkin dingin sejalan dengan panas yang membakar? Musim saljuku masihlah turun. Begitu juga denganmu. Terjebak kita di antara dua dunia ini. Lampau dan kini. Rasakan gelisahku yang gemetar. Takut aku akan hadirmu. Karena aku adalah orang dengan pintu pintu tertutup. Bentengku masihlah tinggi dan kokoh. Aku berdiri di pucuk menara. Melihat kau yang tengah membangun kembali istanamu. Akankah aku turun dan berlari membantumu? Ataukah aku hanya mengawasimu?

Ternyata selama ini aku selalu dimanja dengan kisah dulu yang usang. Satu...dua....tiga....empat....Semuanya adalah pemilik lampau yang tertutup kotak kaca. Bisa kulihat namun tak pernah kurasakan. Tak pernah merasakan bara yang meletik darinya. Dan aku pun terduduk manis. Menunggu kini yang menjemputku tanpa ada bias lalu. Hanya saja sekarang? Ini bukanlah kotak kaca. Melainkan dunia yang lebar. Memungkinkanku untuk bertabrakan dengannya di suatu masa nanti. Semoga pada saat itu panasnya telah menyurut. Adakah bara itu padam sekarang? Aku tak tahu. Hanya saja aku dengan paranoidnya masih saja merasakan panasnya. Dan aku tak mau terbakar. Ini adalah egoku yang menuntut perpenuhan. Padahal tak pernah kuberikan perpenuhan pada jiwa lain yang kugenggam. Cukupkah? Aku yakin tak akan tercukupkan. Setengah. Tak lebih. Ini resiko atas pilihan yang kita ambil.

Bukan pada tempatku untuk menilai atau membuat asumsi. Tapi...oh sungguh tanya tanya ini menggangguku. Ini bukanlah penelitian yang biasa kulakukan. Ini adalah hidup. Hidupku, hidupmu, hidup kita. Perputaran ini tak ada jalan kembali. Hanya cabang yang semakin banyak. Waktu pun terus bergulir. Menanti untuk kita tapaki. Entahlah apakah aku akan menapakinya sendirian, ataukah bersama seseorang. Belum tentu kamu, dan belum tentu dia. Hanya seseorang.

Hitam dan putih. Sementara abu abu adalah diriku. Keegoisan yang sangat tinggi. Kontradiksi yang mencekik. Kengerian bertabur dengan ingin. Tapi kini sungguh aku takut akan derasnya liku hidup kita saat ini. Karena ini berbeda. Tak seperti biasanya. Perbenturan perbenturan yang ada semestinya jauhkan pusaran ini. Entahlah bagaimana dengan dirimu. Apakah aku sanggup untuk ikut berlari, ataukah memutuskan untuk berhenti di tengah. Sepertinya aku masih memutuskan untuk tinggal dalam keheningan istanaku. Walau hanya sepi yang menghiburku. Tapi setidaknya aku merasakan sedikit kedamaian di antara kegalauan yang terus memburuku. Kapankah aku berhenti? Tak lagi mengulur dualisme di antara lingkaran nasib?

Jul 13, 2005

Low

You see the world in black and white
No colour or light
You think you'll never get it right
But you know you might
The sky could fall could fall on me
The parting of the seas
But you mean more mean more to me
Than any colour I can see
All you ever wanted was love
But you never looked hard enough
It's never gonna give itself up
All you ever wanted to be Living in perfect symmetry
Nothing is as down on this Earth as us
You see the world in black and white
Not painted right
You see no meaning to your life
Yes you try Yes you try
And all you ever wanted was love
But you never looked hard enough
It's never gonna give itself up
All you ever wanted to be Living in perfect symmetry
Nothing is as down on this Earth
Don't you want to see it come soon
Floating in a big white balloon
Or given on your own silver spoon
Don't you want to see it come down
Careful throwing your arms around
Saying not a moment too soon
Cause I feel low Cause I feel low
Oh, yeah I feel low
Oh yeah Oh
Oh Cause
I feel low Cause I feel low
Oh
And I feel low
Oh love
Oh
by coldplay

X & Y

Trying hard to speak and
Fighting with my weak hand
Driven to distraction
So part of the plan
When something is broken
And you try to fix it
Trying to repair it
Any way you can
I'm diving off the deep end
You become my best friend
I wanna love you
But I don't know if I can
I know something is broken
And I'm trying to fix it
Trying to repair it
Any way I can
You and me are floating on a tidal wave...
Together
You and me are drifting into outer space...
And singing
You and me are floating on a tidal wave...
Together
You and me are drifting into outer space
You and me are floating on a tidal wave...
Together
You and me are drifting into outer space...
And singing
by Coldplay

Hanyut Dalam Ketakhadiranmu

Terseret gelisah
Pandanglah aku
Rasakan aku merinduimu
Pita hitamku melingkupimu
Bukan...bukan duka yang kurasa
Hanya kegenapan yang butuh perpenuhan
Namun lara ini masihlah berbalut
Memendam karat yang terkikis
Bisakah putih itu kembali pada asalnya?

Rasakan butuh yang ambigu
Hirup darahku yang membubung di udara
Renik jiwaku mencarimu
Adakah sulur asaku terkait hela nafasmu
Pusaran ini mulai menelanku
Aku menunggu tanganmu menggapaiku
Mati dalam beningnya hadirmu

Susuri kisah kita
Cabikan ini masihlah kubawa
Kasat dalam nyatanya
Semu dalam nyatamu
Berlumur ingin yang mulai terburai

Kendara tak berkesudahan
Menculikku dari senyap
Tumbuhlah lebih kuat kekasihku, tumpuanku
Sebelum aku layu dan mati menunggumu
Atau terpetik oleh tangan yang lain

Jul 11, 2005

Komposisi Malam

Menarilah bersama cahayaku, pangeran
Dan mungkin akan kuajak kau menuju pelangi
Tangga menuju istanaku di riak awan sana

Menarilah bersama gelapku, ksatria
Dan mungkin akan kuajak kau menyusuri rembulan
Kerap temani malamku ketika ku terjaga mencarimu

Mari....
Kan kutancapkan panah pada hatimu
Di tengah robekan yang bunuhmu
Racun menguar itu akan balikkan pedihmu
Hingga bahagia kembali menyeruak tajam
Dan tawamu akan kembali menggoda
Para perawan yang terbuai

Tapi bukan aku....
Kedap hidupku ini hanya semarakkan hidupmu
Mengurai benang yang sempat kusut
Kekosongan membuka penuh
Setengah terjaga Setengah bermimpi

Kelilingmu adalah perwujudan hambamu
Sedangkan jalanku adalah bentuk lariku
Sunyi mendatar dalam bidang kita
Bekap keriuhan yang sempat membahana
Debur nocturno tertunda

Cermin ini tak pantulkan bayangku, duhai kekasih
Dan mungkin mata yang kau tatap bukanlah hatiku
Berabad-abad lamanya
Pecahan kaca ini terburai
Pantulkan kesemuan abadi
Takaran cintamu tak lagi cukup
Untuk sembunyikan kepalsuan
Itu pun jika asa sungguh tumbuh
Bukan hanya lari dari putaran nol

Nanti...
Jika hasrat-hasrat benar kembali bertabrakan
Menyulam catatan nasib membara
Tercetuskan oleh benang merah
Yang entah terikat pada siapa
Mungkin itu adalah saat aku kembali
Pada peraduan abadi
Dan kurajutkan mimpi untukmu
Wahai kekasih terjaga dalam tidurku.....