Nov 16, 2007

Pulang. Rumah Kosong.

“Aku harus pergi.”

Hujan. Malam pertama tanpamu hujan begitu deras basahi bumi. Petir pun setia hiasi gelapnya malam. Angin berhembus kencang bawakan aroma lembab. Jalanan tanah depan rumah kita pun tergenang air. Keruh. Seperti hatiku. Belum genap satu hari namun aku sudah rindu.

”Aku tak dapat menolaknya. Aku sungguh harus pergi.”

Dingin. Malam ini begitu dingin. Tak dapat kunikmati suara-suara di balik tembok kamarku. Hanya menyadarkanku bahwa ada tak ada kau saat ini. Tak ada kucuran air di kamar mandi ketika aku hendak terlelap, ataupun dering handphone di malam buta. Denting kunci ketika kau membuka pintu di pagi hari pun kini menghilang. Aku rindu ajakan sporadismu untuk makan bakso jam 11 malam pun ketagihanmu pada gorengan dan mie ayam. Tiang jemuran terasa kosong tanpa bajumu di sana. Rak sepatu kita pun tak lagi padat penuh dengan sepatu dan sandal yang kita beli. Koleksi bukuku berkurang separuh, seperti halnya koleksi DVD anime bajakan milikmu.  Percakapan tengah malam tak akan pernah hiasi rumah kita lagi. Yang ada kini hanyalah monolog.

”Kita berpisah.”

Delapan tahun kita menjalin cerita. Berbagi tawa, duka, bahkan amarah. Di kala semua orang sudah melangkah menuju dunia masing-masing, kita masih saja membagi dunia kita. Beririsan namun tak membaur sepenuhnya. Tahun terlewati begitu cepat dan kita pun menjadi dewasa. Berpindah rumah, kantor, bahkan kekasih. Sampai kita lelah bertualang dan ingin menetap. Lihatlah, kardus kala kepindahan kita terakhir pun masih terongok di kamarku. Beserta barang-barangmu yang tak sempat kau tata. Dan kini kau pergi. Bukankah kau berjanji hanya pernikahan yang akan pisahkan kita?  

”Rumah ini bukan lagi rumahku.”

Kini aku pulang pada sepi. Sungguh, sangat tak menyenangkan pulang ke rumah kosong. Rumah tanpa sosok manusia lain. Hanya gelap dan hening yang menyambutku, dan tentu saja gonggongan anjing kampung yang sering berkeliaran di halaman depan rumah kita. Kerlip lampu kamar tak lagi pancarkan aura kehadiranmu. Aku ingin candamu. Bukan sepi yang menggantung. Hangatnya rumah tak lagi kurasakan. Karena itu bukan lagi rumah, tanpamu. Hanyalah tempat tinggal. Its not home, only a house.

Dan aku pun pulang.
Pada rumah kosong.
Tanpa sosokmu.
Yang membuatnya hidup.