Jul 24, 2007

This eve of tomorrow

#1
Peri waktu kunjungiku lagi
Sekali dalam setiap tahun ia datang
"Masih ingatkah kau pada bulatan waktu milikmu ini?"
Lalu ia serahkan hadiah persetubuhannya dengan waktuku

Nanti, ketika nocturno meraja
Waktuku akan merekah sempurna
Namun gamang masih saja bergejolak
Rakus gerogoti hatiku
Merasuk jelma sel sel sepi

Gelimang asa yang tertinggal masih bersinar redup
"Mengapa tak kau tengok aku lagi?"
Tapi aksaraku terengah diam
Pun jiwaku yang sekarat

#2
Kukecup perlahan fragmen terburai
Carut ini adalah milikmu jua, wahai kekasih
Seperti ketika ku toreh hati rapuhmu
Patahannya berikan luka terbilang
Namun lara ini adalah sisa keberadaan kita

Tawa ini demikian pahit
Bahkan amarah pun terasa getir
Seperti juga air mata tersembunyi jauh di relung kalbu

Ingat kini bawakan sepi begitu akut
Bersama tetes kenang yang membeku

Dan ku rindu keteraturan yang acak
Terangkai dengan kewarasan yang gila

Ternyata waktu pun tak lagi menjadi penawar hampa

Jul 23, 2007

Tamat


#1
Sudahkah lalu berbisik padamu. Bahwa hidup sudah lewatinya. Waktu pun tak akan berdetak kembali. Tak peduli sebagaimana kuat kau paksa sang batara kala berjalan mundur. Usai menuju pada selesainya.  Aku pun telah lepaskan genggaman tangan itu. Renjana tak lagi menujumu. Ikatanmu menyesakkanku.


#2
Lalu harus kemanakah pembayaran yang kau kata akan kau pinta? Ketika tiada harga yang harus kubayarkan lagi. Semua transaksi ini sudahlah tamat. Apa yang menjadi utangku sudah kubayarkan lunas. Entah jika kau tak merasa menikmatinya, kala kau sibuk mencari pembayaran yang menurutmu tak terbayarkan. Di manakah catatan kecil pembayaran itu? Adakah kau simpan untuk kau tagih nanti? Lalu akankah kau hisap habis darahku untuk penuhi inginmu yang demikian membara?


#3
Apakah dendam begitu kuat melahapmu? Hingga nafikan segala kisah. Ini bukan untuk aku, namun demi ego. Liukan liarnya menghanguskan segala yang tersisa. Inikah keterakhiran yang kau inginkan? Kau lontarkan panah demi panah beracun. Hanya perpacuan menuju keterpuasan hatimu yang sangat berharga. Sementara aku hanya objek yang kau serang. Segala aksara tak lagi bermakna bagimu. Hanya segala ucap milikmu sendiri yang memiliki arti. Kalau begitu, untuk apa lagi berkata-kata?

 
#4
Jika memang perang yang kau minta, maka silakan kau berperang atas nama yang kau puja. Bagiku perang ini sudah usai jauh sebelum kau deklarasikan. Tak ada lagi yang harus kupertahankan di sini. Kastilku sudah tak ada. Taman kecilku sudah hangus. Bersama bidadari kecil yang kita bunuh. Aku tak lagi memiliki tempat pulang di sini.

 
Perjalanan ini sudah kumulai lagi.
Tanpamu.

Jul 16, 2007

Coming home

Tunjukkan padaku, kemanakah pulang itu? Dimana bisa kucari rumah yang kau bangun untukku, untuk kita, untuk masa depan kita. Apakah masih berupa tanah kosong, sudah berfondasi, atau malah sudah megah dan berisi dengan segala furniture di dalamnya?

Jika tak lagi kau bisa tunjukkan kemana arahku, maka biarkan aku mencari arah pulangku sendiri. Karena aku sudah ingin beristirahat. Lelah ini demikian menderaku. Aku ingin duduk diam di balik jendela, memandangi hujan dengan secangkir hot chocolate. Sendiri pun tak mengapa namun jika ada peneman tentu lebih baik lagi.

Hanya saja, aku sudah ingin pulang sekarang. Berikan arahnya atau biarkan kuarungi jalan ini tanpamu.  Lalu mungkin kau akan temukan sendiri arahmu pulang.

Sekarang, marilah kita melihat kompas masing masing dan mencari, kemanakah pulang itu?