Jul 13, 2019

Menalar Pedih


Aru, pedih itu ternyata masih ada. Tersisa di antara puing rumah yang kita tinggalkan. Rumah itu adalah milik kita, tapi bukan lagi menjadi tempat kita berteduh. Jalan pulang kita sudahlah berbeda, pun orang yang menunggu kita pulang. Hanya sesekali kita tengok rumah itu, tapi tak pernah kita bangun kembali. 

Aru, pedih ini begitu sakit. Setelah tertidur lebih dari satu dekade, dia terbangun mendengar kisahmu. Kata demi kata menghunjamkan luka. Menjelma carut yang mungkin tak akan hilang. Namun tetes air mata tak bisa lagi kutumpahkan untukmu. Sudah tak ada hak milikku di sini, bahkan untuk sekedar singgah. Duka ini hanya bisa mengalir diam di relung hati. 

Aru, semoga pedih ini hanyalah sesaat. Kala ingat masihlah terasa manis. Tapi mungkin ingat itu juga yang meneteskan lara. Larut dalam aliran kisah. Euphoria akan masa yang telah usai dan asa yang telah berbeda. Menoreh luka di ujung hati.

Aru, sungguh pedih itu nyata. Tapi pedih ini adalah pedihku. Mungkin tak kau rasakan lagi pedih seperti ini. Lampau sudahlah lampau. Dan Kini sudah terlalu jauh untuk kita. Untuk apa lagi ada pedih? 

Aru, pedih ini adalah pedih untuk sisa keberadaan kita. Ilusi akan kenang yang dulu akrab. Sisa fragmen rasa yang lebur. Hancur terlanda badai bernama hidup. Kini hanya asing menjelma. Dan mungkin Aru adalah sekedar nama tanpa arti lagi. 

Sekarang, mari nikmati pedih bertepuk sebelah tangan ini. 

Selamat 20 tahun, Aru. 
12.07.2019

Jul 12, 2019

Mengenang Kini



Dear Lelaki Lampau,

Kini adalah masa yang terasa asing bagi kita. Begitu banyak fragmen yang tak pernah lagi kita jalani berdua. Jalan kita tak lagi bersilang, waktu pun tak lagi terangkai bersama. Hanya ada sekelumit malam yang kita curi untuk memperbincangkan kenang. 

Ya, hanya kenang yang menjadi milik kita. Kenang akan waktu begitu lampau. Kenang akan dunia begitu dekat. Kenang akan masa depan terburai ego. Kenang akan jalinan renjana terpecah duka. Kenang begitu manis dan membuat kita lupa akan pahit dan getir kala itu.

Waktu mengubah segalanya. Termasuk luka begitu pedih ataupun rasa begitu dalam. Debar itu masih ada namun ini mungkin hanyalah echo dari tempias rasa. Rindu itu pun mungkin hanyalah semu. Bias dari kenang yang masih terus ada. Kenang akan dirimu yang dulu, pun kenang akan aku yang bukan lagi seperti masa lalu. Kita sudah tumbuh menjadi dua orang yang berbeda, dengan hati yang berbeda juga. 

Kini adalah masa dewasa kita, dan esok mungkin tak lagi merekatkan kita.  

Salam,

Perempuan Kini
Untuk 20 tahun kita
10.07.2019