Nov 21, 2011

Distance is a Test


Long distance relationship is not easy, but it is possible.


Membaca lini masa dan juga cerita beberapa teman mengenai LDR mereka, membuat saya terkenang akan beberapa LDR yang pernah saya jalani dulu. Ternyata, setelah dipikir-pikir, saya cukup akrab dengan mahluk bernama LDR ini. Bahkan sampai sekarang pun LDR ini masih saya jalani hubungan dan entah kapan kami bisa bersama lagi tanpa terpisah jarak. Yah walaupun sebenarnya jarak di antara kita tidaklah sejauh itu, hanya 2 jam perjalanan saja dan kami pun bisa bertemu. Tapi tetap saja, di antara waktu 2 jam itu, begitu banyak hal yang mungkin terjadi dan begitu banyak jalan yang harus dipilih yang bisa jadi membawa kami lebih dekat atau malah menjauhkan kami. 

Ujung-ujungnya, semua cerita dan kisah itu membuat saya mengingat-ingat kenapa hubungan saya yang dulu itu tidak berhasil. Dulu rasanya cinta bisa mengalahkan segalanya, termasuk jarak. Tapi tetap saja buktinya hubungan itu tidaklah langgeng.



Dulu memang saya belum dewasa, masih sangat egois. Padahal LDR membutuhkan komitmen dan pengorbanan. Komitmen untuk tetap mencintai, untuk saling percaya, untuk saling mendukung, untuk saling mengerti, dll. Pengorbanan untuk rela sendirian ketika membutuhkan seseorang, pengorbanan meluangkan waktu demi menjaga komunikasi, pengorbanan untuk menahan diri untuk menyimpan cerita saat bertemu nanti, pengorbanan untuk memuaskan diri dengan sekedar suara atau tulisan ketika rindu, dll.


Tidaklah mudah, bahkan dulu saya merasa LDR adalah hal yang luar biasa berat. Terutama karena saya tipe yang ingin selalu bersama (tapi siapa sih yang tidak ingin selalu bersama dengan orang yang dicintainya?). Begitu banyak masalah yang bisa timbul karena sedikit kesalahpahaman. Begitu banyak cerita yang rasanya tidak bisa terbagi karena sudah basi. Begitu banyak momen yang ingin dilewati bersama namun sudah lewat masanya. Belum lagi rasa kangen yang menumpuk maupun rasa iri ketika melihat orang lain asyik masyuk dengan pasangannya. Semua terasa berat hingga akhirnya tak tahan lagi, dan bubarlah hubungan yang dijalin itu.


Sekarang saya merasa sudah cukup dewasa, walaupun masih egois. Saya juga masih berada di dalam sebuah LDR walau dengan ikatan yang lebih kuat: pernikahan. Terkadang saya juga heran kenapa saya mau menikah dengan seseorang yang berada nun jauh di sana, padahal ketika pacaran jarak jauh saja saya tidak kuat menjalaninya. Mungkin itulah yang dinamakan jodoh. Atau bisa juga faktor pengalaman dan kedewasaan juga berpengaruh, sehingga saya lebih bisa berjalan seorang diri, bisa lebih berbagi, bisa lebih mengerti, bisa lebih berkomitmen, dan bisa lebih berkorban. Mungkin juga akhirnya saya menemukan orang yang sama-sama  berkomitment dan berkorban.


Sekarang tugas saya adalah terus berkomitmen dan berkorban, supaya hubungan ini langgeng. Semoga.


P.S. Untuk seseorang yang pernah menjalani LDR dengan saya dan tengah menjalaninya lagi (bukan dengan saya tentunya), semoga tetap sabar dan berhasil menjaga hubungan itu.


0 comments:

Post a Comment